Eceng Gondok yang bahasa latinnya bernama Eichornia Crassipes, tanaman asal Brasil yang didatangkan Kebun Raya Bogor pada tahun 1894, dahulu merupakan tanaman hias yang digandrungi karena bunganya yang berwarna ungu sangat menarik sebagai penghias kolam seperti Teratai. Namun kini tanaman ini malah kita kenal sebagai tanaman gulma air, karena pertumbuhannya yang begitu cepat sehingga menutupi permukaan air, dan menimbulkan dampak pada menurunnya produksi di sektor perikanan juga menimbulkan permasalahan lingkungan lainnya, seperti cepatnya penguapan perairan. Tetapi dibalik itu semua tanaman eceng gondok juga mempunyai beberapa manfaat. Diantaranya sebagai bahan pupuk organic dari eceng gondok, sebagai bahan kerajinan, dan sebagai bahan briket (energi alternative)
- Pemanfaatan Eceng Gondok Sebagai Pupuk Organik
Eceng gondok yang dikenal sebagai tanaman gulma air ternyata dapat diolah menjadi pupuk organic. Sisa-sisa penggunaan pupuk kimia oleh para petani di areal persawahan dan perkebunan yang kemudian hanyut ke sungai dan danau, menjadu\ikan pertumbuhan dan penyebaran eceng gondok sangat cepa, sehingga sulit ditangani. Sifat eceng gondok yang sangat cepat pertumbuhannya itu, menarik sebagian orang untuk menelitinya, apakah eceng gondok bisa dijadikan media untuk mempercepat pertumbuhan tanaman?
Penelitian menunjukan bahwa tanaman eceng gondok banyak mengandum Asam Humat. Senyawa itu menghasilkan Fitohormon yang mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Selain itu eceng gondok juga mengandung Asam Sianida, Triterpenoid, Alkaloid dan kaya Kalsium.
- Pemanfaatan Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Kerajinan
Tanaman eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan yaitu dengan menggunakan batang dari eceng gondok sev\bagai bahan pokokya. Kerajinan dari eceng gondola ini dapat menghasilkan berbagai macam produk, mulai dari satu set meja-kursi, sandal, tas, hingga vas bunga.
Hasil kerajinan dari tanaman eceng gondok ini juga mempunyai harga jual yang mahal.
3. Pemanfaatan Eceng Gondok Sebagai Briket (Energi Alternatif)
Cita Indah, mahasiswi Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, Jawa Timur, prihatin akan semakin berkurangnya pasokan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil.
Padahal kebutuhan manusia dalam menggunakan bahan bakar tidak pernah surut, bahkan terus meningkat. “Menurut para pakar, bahan bakar dari fosil akan habis pada 2050.
Padahal kebutuhan manusia dalam menggunakan bahan bakar tidak pernah surut, bahkan terus meningkat. “Menurut para pakar, bahan bakar dari fosil akan habis pada 2050.
Tetapi melihat laju pertumbuhan kendaraan dan tingkat natalitas (kelahiran) yang ada sekarang, minyak bisa lebih cepat habis dari waktu yang diperkirakan,” ujar dia.
Nah dari situ lah dia berbikir bagaimana cara untuk mengatasi masalah itu.
Singkat cerita si Cita memilih tanaman eceng gondok sebagai bahan baku untuk membuat briket (energi alternatif).
Untuk membuat briket, semua bagian tanaman, baik tangkai maupun daunnya, bisa dimanfaatkan karena eceng gondok mengandung kadar selulosa yang cukup tinggi.
Untuk membuat briket, semua bagian tanaman, baik tangkai maupun daunnya, bisa dimanfaatkan karena eceng gondok mengandung kadar selulosa yang cukup tinggi.
Cita mengatakan untuk mengembangkan briket dari eceng gondok itu, dana yang dikeluarkannya 200 ribu rupiah. Dia dan rekan satu timnya kemudian menyosialisasikan hasil inovasi mereka kepada masyarakat di Desa Tanjek Wagir, Sidoarjo, Jawa Timur.
Dalam pandangan Cita, briket dari eceng gondok memiliki peluang besar untuk dikomersialisasikan. Apalagi biaya pembuatannya terbilang murah, hanya 700 rupiah per kilogramnya, sedangkan kompor mencapai 35 ribu rupiah.
Dalam pandangan Cita, briket dari eceng gondok memiliki peluang besar untuk dikomersialisasikan. Apalagi biaya pembuatannya terbilang murah, hanya 700 rupiah per kilogramnya, sedangkan kompor mencapai 35 ribu rupiah.